Tampilkan postingan dengan label You Are Not Alone. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label You Are Not Alone. Tampilkan semua postingan

Jumat, 11 Mei 2018

Perbedaan Yang Berbeda


Oleh : Zyeril R.M


Untuk Gyzan, definisi perbedaan agak sedikit berbeda...  Kenapa bisa begitu? Karena dari adiknya lahir, Gyzan bukan diperkenalkan dengan perbedaan warna kulit adik yang berbeda darinya...atau jenis rambut yang keritingnya tidak sama dengannya atau pun bentuk hidung adik yang lebih mancung darinya. Definisi Gyzan akan perbedaan jauh dari definisi ‘berbeda’nya anak-anak seumuran Gyzan.

Ya...adik Gyzan berbeda dari segala hal yang wajar untuk anak-anak seumurnya pada saat itu...(well....sampai sekarang juga masih siiih.. sebetulnya). Zarya terlahir dengan begitu banyak komplikasi, yaaaang... pada akhirnya membuat kondisinya menjadi seorang anak berkebutuhan khusus. Gyzan tahu Zarya berbeda karena tidak bisa berbicara. Zarya tidak bisa duduk apalagi berjalan; Makan tidak dari mulut melainkan dari selang yang langsung tersambung ke lambung. Seringkali Gyzan bertanya kenapa kepala adik kecil, atau kenapa mata Zarya tidak bisa fokus menatapnya sementara ia mengoceh bercerita soal mainan baru yang didapatnya dari Ayah. Maka dari hal ini semualah yang ia tahu soal perbedaan.

Selasa, 18 September 2012

Positive Discipline

Oleh: Trifiani


Memiliki 4 keponakan yang lucu-lucu dan ganteng dari dua kakak laki-laki saya, sebagai seorang auntie seringkali saya diminta untuk menjaga mereka saat mereka masih kecil-kecil. Dua keluarga kecil berarti dua cara yang berbeda dalam hal bagaimana mereka membesarkan anak-anak mereka. Orangtua saya membesarkan saya dengan disiplin yang ketat, namun penuh dengan kasih sayang. Pengasuhan seperti cara yang orangtua saya terapkan, ditambah dengan pengalaman saya mengajar TK terbukti bermanfaat dan berdampak saat saya harus mendisiplinkan keponakan-keponakan saya; laki-laki maupun perempuan.


Minggu, 16 September 2012

Beautiful Chaos

Oleh: Zyeril R.M.


Dulu waktu saya bekerja Full-time di kantor dan mengalami masa jenuh, saya selalu membayangkan betapa enaknya menjadi ibu rumahtangga. Punya lebih banyak waktu sama anak, di rumah bisa santai, gak kena macet dan bisa suka-suka saya mau ngapain saja. Ternyata….!! Saya salah besar! Angan-angan saya buyar seketika saat saya dapat kesempatan untuk berhenti bekerja dan menjadi a full-time stay at home mom alias…ibu rumahtangga.


Menjadi full-time mom menurut saya adalah pekerjaan yang paling mulia; tapi pada saat yang bersamaan juga merupakan pekerjaan yang sangat berat dan penuh tanggungjawab. Saya angkat topi deh…(dan empat jempol ;p) untuk profesi yang satu ini.


Kalau dipikir-pikir, ibu rumahtangga bekerja lebih dari 8 jam sehari, 7 hari seminggu, gak ada upah lemburnya, dan belum tentu dapat cuti rutin. Meskipun ada yang bantu-bantu di rumah, tetap saja pekerjaan rasanya gak ada habis-habisnya. Selalu ada yang harus dirapihkan, dibersihkan, atau dicuci. Menjadi bos sekaligus jadi pegawai bagi diri sendiri.


Saat saya beralih profesi dari bekerja kantoran ke bekerja di rumah, saya sempat mengalami ‘culture shock’. Saya pikir..waduh…kok kayaknya pekerjaan saya gak selesai-selesai ya… Habis urusan rumah, urusan anak sudah menunggu; mulai dari bangun pagi, siang sepulang sekolah, les, sampai malam hari saat akan tidur. Belum lagi saat suami pulang dari kerja.


Rutinitas kegiatan sehari-hari juga tidak ada tandingannya. Dibutuhkan mental baja dan pikiran positif untuk menyambut hari dan memulai kegiatan yang itu-itu juga, yang nyaris gak ada bedanya dari hari kehari; sungguh tidak bisa dianggap enteng. Undangan dari teman untuk bertemu atau sekedar kumpul-kumpul merupakan kegiatan refreshing yang selalu ditunggu dan jadi penyemangat. Gak harus lama, cukup satu atau dua jam but it can really boost our spirit..hehehe.


Namun harus saya akui, imbalan yang didapat dari kerja keras mengurus rumah dan keluarga tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Kepuasan yang dirasakan benar-benar bisa membuat saya merasa senang, tenang dan puas. Segala kelelahan dan kejenuhan yang terkadang muncul…lupa sudah ;)
Teman atau anggota keluarga yang lain kadangkala bilang ke saya kalau mengurus rumah jangan terlalu dipaksakan; gak selesai hari ini, sambung lagi besok. Atau kalau piring gak kecuci malam ini, besok pagi saja dilanjutkan. Saran mereka sih..pernah beberapakali saya coba jalankan, tapi berhubung saya orangnya agak sedikit perfeksionis, yang ada saya malah jadi kepikiran dan gak tenang sampai mau tidur aja ragu-ragu karena tahu ada yang belum beres. Alhasil besok-besok I make sure everything is tidy and in order before I call it a night and go to bed. Betapapun chaotic-nya pekerjaan rumah saya, it still is a beautiful chaos.

Saya semakin sadar betapa berharganya waktu untuk diri sendiri. Dibanding dulu saya juga jadi semakin menghargai para ibu rumahtangga lainnya yang selalu bangun paling pagi dan tidur paling akhir; memastikan seisi rumah sudah rapi dan beres. Setelah untuk beberapa lama menjalani ‘profesi’ yang satu ini, I would say that I’m so proud to be a full-time mom. 

Dan untuk para suami di luar sana (yang punya istri berprofesi sebagai ibu rumahtangga), you should be too!  

Selasa, 24 Juli 2012

Nggak Cukup Waktu


Oleh : Zyeril Makki



Saat dulu saya masih bekerja, sometime I wish the hours in a day is more than 24 hours! Nggak tahu kenapa, tapi rasanya waktu dalam sehari tidak pernah cukup. Antara mengurus anak, suami, rumah (meskipun masih tinggal dengan ibu saya, dan ada asisten rumahtangga....tetep dong, harus turun tangan juga) dan bekerja di kantor. Dari mulai bangun subuh-subuh, menyiapkan keperluan Gyzan - anak saya yang pertama - keperluan suami (yang kadang sudah sangat membantu dengan menyiapkan keperluannya sendiri), dan juga mempersiapkan diri sendiri untuk berangkat kerja. Sepulang dari kantor (yang seringnya malam hari sampai di rumah), saya harus masih harus mencek dan membereskan barang-barang Gyzan yang sudah dipakainya seharian. Dengan hari kerja yang full dari Senin sampai Jumat, hari Sabtu dan Minggu pun tidak banyak berbeda. Angan-angan menambah jam tidur di hari libur lenyap seketika begitu Gyzan muncul dan muncul di kamar saya. Kalau sudah begini, orang seisi rumah sudah pasti gak 'laku'. Bujukan Dati (panggilan untuk eyangnya), om dan Ayahnya pun.... gagal dengan sukses! Pokoknya, nempel kayak perangko kalau saya sudah di rumah. ;p


Harus diakui bahwa ternyata memang tidak mudah menjadi ibu yang bekerja. Tidak disangka pada saat mulai terpikir untuk kembali bekerja setelah setahun membesarkan Gyzan, ternyata yang perlu persiapan bukan Gyzan-nya, atau suami saya apalagi orang rumah.. yang harus mempersiapkan diri justru saya sendiri. Karena dengan bekerja situasi bukan menjadi tambah gampang malah tambah repot karena berarti saya punya dua tanggungjawab; anak dan pekerjaan. Beres di rumah, pekerjaan di kantor menunggu; selesai di kantor, pulang ke rumah masih ada lagi urusan yang mesti dirapihkan. ‘Siap gak ya….. secara fisik maupun secara emosional. Ini berarti saya berkomitmen untuk melakukan ‘double job’, begitu pikir saya pada saat itu.

Waktu merupakan ‘challenge’ tersendiri bagi saya. Memprioritaskan Gyzan, tapi dalam waktu yang bersamaan juga ada tanggungjawab lain pada pekerjaan yang sama pentingnya; alasan saya bekerja salahsatunya juga toh..supaya bisa nyenengin anak.

Punya anak dan bekerja seringkali membuat saya harus mengandalkan teori Time Management; tapi…seperti kata pepatah, easier said than done… So, semaksimal mungkin saya jalankan, tapi bila tidak bisa (atau tidak berhasil alias berantakan total..) untuk diterapkan saya tidak pernah ambil pusing dan cari cara lain yang lebih time friendly dengan jadwal saya. I knew I did the best I could possibly have; yang penting prioritas utama saya, yaitu Gyzan sudah lebih dulu diurus. Pekerjaan kantor tetap ada; gak kemana-mana kok.. dan akan selalu nambah. Tapi kalau perkembangan Gyzan, bisa-bisa terlewatkan dan tentunya gak bisa diulang lagi. He only gets to be a baby and a kid once. One thing that I learnt about my son, is that every times he spent with me is all about the quantity not the quality. Seberapa pun berkualitasnya kebersamaan saya dengan dia saat liburan, tetap saja Gyzan lebih memilih untuk selalu diurus oleh saya dan bersama saya sesering mungkin; and as a mom, although it’s so hectic I am more than happy to oblige.

Pada saat pekerjaan di rumah maupun di kantor lagi menumpuk dan terus mendesak, all I do is step back…take a deep breath…put everything back in perspective, then…move on. Gak gampang menjadi ibu yang bekerja, tapi ini sudah menjadi pilihan saya. Dengan bekerja, saya merasa menjadi diri saya sendiri tanpa embel-embel apa pun. Bukan istrinya Andre-suami saya, bukan bundanya Gyzan, tapi saya sendiri..Zyeril Makki. Tapi seperti semua pilihan-pilihan lainnya, it all comes with consequences.

Minggu, 22 Juli 2012

Seandainya Perlu

Oleh : Zyeril Makki

Dulu saat anak pertama saya, Gyzan, sudah lahir…I really did wish that someone had told me not only the wonderful and happy story of being a new mom, tapi juga sedih dan frustasinya menjadi ibu baru ;) There are no schools on how to be a great new parents (sudah punya anak ke-dua pun saya tetap saja harus banyak belajar…). Belajar beradaptasi dengan segala perubahan yang terjadi pada diri saya maupun keadaan yang tidak lagi seperti dulu saat belum punya anak. Semuanya totally berubah tanpa bisa kita cegah atau atur.